Kisah sukses Pak Agus berawal dari mendiang Bapak mertuanya yang lebih dahulu membuka bengkel knalpot. Setelah belajar selama 1-2 tahun dari bengkel knalpot milik mendiang bapak mertuanya, Pak Agus memberanikan untuk membuka sendiri bengkel knalpot. Tepatnya pada tahun 2004 Pak Agus mengelola sendiri bengkel knalpot miliknya.
Artinya Pak Agus membuka bengkel knalpot secara kaki lima di daerah lain. Namun apa yang didapat
dari sistem jemput bola ini tidak berlangsung lama. Kepercayaan yang diberikan Pak Agus kepada karyawannya untuk menjalankan sistem ini tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Kesuksesan usahanya Pak Agus yang sudah dikaruniai 3 orang anak ini tidak terlepas berkat dukungan dari Bank Sampoerna melalui KSP Sahabat Mitra Sejati cabang Jombang. Sejak menjadi anggota pada tahun 2014 Pak Agus mendapat dukungan dari Bank Sampoerna. Diterimanya pinjaman modal kerja pertama kali diperuntukkan membangun rumah dan membesarkan bengkel knalpotnya, karena pada saat itu Pak Agus sedang gencar-gencarnya melakukan sistem jemput bola yang membutuhkan modal untuk pembelian knalpot.
“Usaha saya tentunya tidak bisa berkembang kalau tidak ada dukungan dari pelanggan atau pihak luar. Tidak salah pilih kalau saya menjadi anggota KSP Sahabat Mitra Sejati sejak tahun 2014 yang didukung penuh oleh Bank Sampoerna. Banyak yang telah diberikan oleh Bank Sampoerna untuk usaha saya”.
Ibu Sumiati keluar dari zona nyaman, untuk menentukan hidupnya sendiri. Bergabung dan mengikuti jejak orang tuanya yang berwirausaha dan berjualan dari pasar ke pasar, membuat Ibu Sumiati ingin secepatnya mencari usaha baru yang mandiri.
Akhirnya pada tahun 1993, ibu Sum memberanikan untuk terjun ke usaha peternak ayam, opsi yang dipilihnya adalah untuk ayam petelur, dimana telurnya akan di jual ke konsumen.
Tidak disangka-sangka, dari semula hanya 500 ekor, lambat laun bertambah 1.000 dan 2.000 ekor, hanya dalam hitungan bulan menghasilkan telur yang sangat banyak sekali. “Tidak disangka, proses penambahan modal kerja langsung disetujui oleh Bank Sahabat Sampoerna. Langsung saya belikan polet atau ayam siap bertelur. Alhamdulillah telur-telur saya bisa mengikuti harga telur yang sedang melambung saat itu,” lanjut Ibu Sum bersemangat.
“Terima kasih untuk Bank Sahabat Sampoerna, yang sudah membantu kami untuk maju, sudah membuat kami nyaman dan selalu dipermudah setiap ada kesulitan,” ucap Ibu Sum mengakhiri pembicaraan. ***
Sebagai seorang anak petani, awalnya Bapak Nasirudin tidak berpikir untuk menjadi seorang optometris. Niatan itu muncul, saat dia bekerja disebuah jaringan waralaba optik terkemuka selama 10 tahun, sejak tahun 2004. Selama bekerja di sana, Bapak Nasirudin berkesempatan untuk mempelajari seluk beluk dunia optometris secara otodidak. Semakin dia belajar, semakin dia merasa mampu untuk memiliki optik sendiri.
Tahun 2016 permintaan kacamata di Optik Gelora semakin meningkat, hal ini membuat Bapak Nasirudin kewalahan menerima pesanan. Dia pun berpikir untuk membuka cabang. Saat itu dia juga sudah memiliki gelar, sehingga lebih berani untuk membuka cabang.
Bapak Nasirudin kemudian mendapatkan pembiayaan dari Bank Sahabat Sampoerna. Semua uangnya dia gunakan untuk membuka cabang Optik Gelora. Saat ini usaha optik Bapak Nasirudin semakin berkembang. Dia sudah memilki 11 orang karyawan di kedua cabang toko optiknya. Jumlah pasiennya pun mencapai 350-400 orang per bulan.
Pak Bahar, yang sebelumnya adalah pegawai pemasaran di salah satu perusahaan farmasi selama 5 tahun ini, nekat banting setir menjadi penjual roti. Usaha ini berawal dari banyaknya keluhan dari warung sekitar rumahnya, yang membutuhkan rasa roti yang berbeda.
Berbekal dari sinilah Pak Bahar banting setir, untuk mencoba membuat usaha roti dengan rasa yang berbeda dengan roti lainnya.
Tepatnya pada bulan November 2011, meskipun belum menguasai cara membuat roti, tidak melunturkan tekad Pak Bahar untuk mandiri, diajaknya teman yang bekerja di toko roti, untuk membangun usaha roti yang dirintis oleh Pak Bahar. Dengan sistem berbagi inilah ajakan Pak Bahar, diterima oleh temannya.
“Dulu awal buka usaha, saya masih menggunakan mesin manual untuk membuat roti. Berjalan beberapa tahun, sering sekali saya mendapat pesanan melebihi dari biasanya. Akhirnya saya harus kerja keras, untuk memenuhi permintaan pelanggan. Kalau cara ini saya lakukan terus, dikawatirkan pelanggan akan beralih ke pabrik lain, karena pesanannya selalu tertunda,” Pak Bahar melanjutkan.
Kejadian inilah yang memutuskan untuk membeli alat yang lebih modern, karena terbentur dengan harga yang tidak murah, serta modal untuk membeli alat ini tidak memungkinkan. Pak Bahar memutuskan untuk mencari pinjaman modal kerja dari lembaga keuangan. Pada tahun 2017 Pak Bahar menerima pinjaman modal kerja dari Bank Sahabat Sampoerna, keinginan untuk memiliki alat yang lebih canggih, akhirnya terwujud.
Awalnya Bapak Busri hanya sebagai penjual eceran dan hanya satu jenis pisang yang dijual, kini usaha pak Busri sudah berkembang sangat pesat. Bahkan saat ini usaha Pak Busri sudah di bilang sebagai agen pisang di kota kelahirannya, Samarinda. Keberhasilan suatu usaha tidak lain, karena dukungan dari hubungan baik dengan semua orang. Tanpa itu usaha apapun yang dijalankan akan sulit untuk berkembang. Hubungan baik dengan masyarakat bahkan dengan temanteman lamanya, menjadi faktor utama suksesnya menjalankan usaha ini.
Sebut saja beberapa rumah sakit besar di Kota Samarinda telah dijajaki oleh Pak Busri. Alhasil, pisang Pak Busri menjadi langganan tetap untuk beberapa rumah sakit untuk konsumsi para pasiennya.
Suka duka selama menjalankan usaha ini kerap dijumpai oleh Pak Busri. Mulai dari pernah dibohongi oleh pembeli, hingga menerima pisang busuk dari pesanannya. Musim penghujanpun seringkali menjadi hambatan bagi Pak Busri, mengingat jarak petani pisang dangan lokasi Pak Busri harus melewati hutan. Jalanan menuju tempat petani belum beraspal sehingga tidak bisa dilalui pada saat hujan. Keinginannya untuk memiliki truk akhirnya terpenuhi juga. Pada tahun 2014, Pak Busri mendapatakan pinjaman dari Bank Sampoerna. Kesempatan ini tidak di sia-siakan oleh Pak Busri, guna memperlancar usahanya. Truk lebih terasa berguna untuk setiap kali pemesanan pisang ke daerah Kaliurang pada saat hujan. “Mudah-mudahan Bank Sampoerna masih bersedia membantu kami, khususnya para pengusaha kecil seperti saya ini,” ungkap Pak Busri mengakhiri pembicaraan.
Bapak Sarto salah seorang pengusaha sukses, membuka industri rumahan bandeng presto, dan bandeng pepes yang telah digelutinya sejak tahun 2017. Banyaknya kawasan industri di daerah Tangerang, menjadi inspirasi tersendiri bagi Pak Sarto untuk membuka bandeng presto. Kantin karyawan dari pabrik-pabrik di Tangerang, menjadi sasaran empuk bagi Pak Sarto untuk memasarkan bandengnya. “Hampir sebagaian besar industri di sini adalah pabrik. Semua karyawannya pasti makan di kantin pabrik. Nah, dari sinilah saya kemudian berpikir, untuk menawarkan bandeng presto ke pengurus kantinnya,” ucap Pak Sarto mengawali pembicaraan.
Pada tahun 2017 Pak Sarto mengenal Bank Sahabat Sampoerna, pertemuan ini membuahkan hasil. Tanpa banyak pertimbangan lagi, Pak Sarto mengajukan pinjaman modal kerja. Usaha yang prospek di kemudian hari, menjadi pertimbangan tersendiri bagi Bank Sahabat Sampoerna, untuk memberikan pinjaman modal kerja. “Kebutuhan kendaraan seperti itu harus ada, guna menjaga kualitas bandeng. Padatnya jalan raya seperti saat ini, menyebabkan sampai di tempat tujuan, hingga berjam-jam. Bandeng yang sudah keluar dari mesin pendingin tidak bisa bertahan lama, harus langsung dimasak atau ditempatkan kembali ke dalam mesin pendingin. Untung saja Bank Sahabat Sampoerna memberi jalan, untuk memiliki kendaraan tersebut,” tutur Pak Sarto berbinar-binar.
Sebut saja di Kabupaten Pinrang, kota kecil yang terletak kurang lebih 185 km dari kota Makassar ini, hiduplah Sepasang suami istri yang berjuang mengais keberuntungan lewat beningnya kaca. Itulah Bapak Aris Bongkasa dan istrinya Ibu Nurlena, yang sudah 10 tahun lamanya menggeluti bisnis jual beli kaca ini. Berawal dari meneruskan usaha sepupu Ibu Nurlena yang mengalami kerugian hingga ratusan juta, akibat pengelolaan keuangan yang kurang terencana. Ibu Nurlena beserta sang suami melanjutkan toko jual beli kaca tersebut, dengan keyakinan akan lebih maju lagi.
Pak Aris dan Bu Nurlena mendapatkan pinjaman dana dari Bank Sampoerna untuk mengembangkan usahanya. Berkat pinjaman dari Bank Sampoerna, kini Pak Aris sudah tidak khawatir akan persediaan kacanya. Gudang yang ada saat ini jauh lebih besar dari yang ada sebelumnya. Bayangkan saja saja jika setiap melakukan pemesanan kaca ke distributor sebanyak 1 kontainer, yang berisi 18 peti dimana per petinya berisi 300 lembar kaca, maka sebanyak lebih dari 5.000 lembar kaca akan diletakkan di gudangnya. Untung saja dana yang diperoleh dari Bank Sampoerna juga dapat membeli satu unit forklift yang digunakan untuk menurunkan peti-peti tersebut dari kontainer ke gudangnya. “Mudah-mudahan Bank Sampoerna masih bisa membantu kami, para usahawan kecil ini” ucap Bu Nurlena sambil menutup pembicaraan.
Pepatah mengatakan bahwa pasangan terbaik itu adalah sepasang sepatu, bentuknya tak persis sama namun serasi, saat berjalan tak pernah kompak tapi tujuannya sama, tak pernah ganti posisi, namun saling melengkapi, bila yang satu hilang yang lain tak memiliki arti. Filosofi itu menjadi latar belakang Bapak Haji Sultan Manaba berputar haluan, dari berjualan pakaian ke usaha penjualan sepatu dan sandal. Tepatnya tahun 1986. Pak Haji, panggilan akrab Bapak Sultan Manaba ini menceritakan awal mula dirinya bersama Ibu Mulyani sang istri membangun usaha jual beli sepatu di salah satu pasar di Kolaka Makassar.
“Dulu kami kena musibah terbakarnya kios pakaian kami di pasar. Atas kejadian ini saya berpikir untuk mencoba membuka usaha baru dan kebetulan saya punya banyak teman yang sudah membuka usaha grosir sepatu. Disarankan agar saya membuka toko sepatu yang nanti barang-barangnya dari teman saya. Ya sudah, akhirnya berkat dukungan dan saran dari temanteman, saya mencoba berjualan sepatu,” papar Pak Haji bercerita.
Pak Haji Sultan dan Ibu Mulyani kini tinggal menikmati hasilnya di masa tuanya. Pasangan suami istri yang sudah memasuki kepala 5 ini telah mempunyai 11 orang cucu dari 4 anaknya yang sudah berkeluarga. Satu orang anaknya sudah terlebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Tinggallah 4 orang anaknya yang siap untuk meneruskan usaha orang tuanya. “Inshaa Allah, anak-anak siap untuk meneruskan usaha ini. Dan semoga Bank Sampoerna masih mau membantu kami para pengusaha kecil di kota kecil ini”, harap pak Haji mengakhiri pembicaraan.
Pakaian adalah sebuah kebutuhan pokok manusia. Dari hari ke hari, permintaan pasar akan ketersediaan pakaian semakin tinggi dan dinamis seiring dengan banyaknya jenis pakaian yang bermunculan. Kenyataan ini tentunya memicu peluang yang besar pada bisnis konveksi dan membuatnya menjadi salah satu bisnis yang diminati pengusaha.
Peluang itulah yang dimanfaatkan oleh Ibu Sukma asal Bantaeng Makassar.
Ibu Sukma sudah mulai mencari pendapatan sendiri sejak di bangku SLA. Karena belum memiliki kemampuan membuat produk sendiri, Ibu Sukma memanfaatkan belajar dari sang kakak yang sudah dulu membuka toko pakaian dan konveksi. Sejak saat itu ia mulai mengerti cara membuat pola pakaian, menjahit sampai dengan baju itu jadi.
Berjalan 2 tahun dengan toko pakaiannya, Ibu Sukma mencoba memperbesar ladang usahanya dengan membuka konveksi pakaian. Tahun silih berganti, toko pakaian dan usaha konveksi Ibu Sukma semakin maju. Dengan omset ratusan potong baju ini, Ibu Sukma dapat mempekerjakan sebanyak 6 orang karyawannya dan 3 mesin jahit untuk keperluan konveksi. Tidak puas dengan 6 kios yang sudah ada, Ibu Sukma berkeinginan untuk menambah 1 kios lagi pada saat itu. Berniatlah Ibu Sukma untuk mengajukan pinjaman modal kerja ke lembaga keuangan.
“Saat itu saya memang benar-benar membutuhkan tambahan modal kerja. Selain itu juga berkeinginan untuk membeli 1 rumah untuk investasi buat anak saya. Penghasilan yang saya dapat saat ini saya simpan untuk tabungan hari tua,” ucap ibu Sukma.
Cerita keberhasilan Pak Ahmad tidaklah semulus dan semudah yang dibayangkan orang. Sebelum meraih omset belasan juta dalam sehari, Pak Ahmad mengalami jatuh bangun dalam merintis bisnisnya. Kepindahan rumahnya dari Palingkau ke Kuala Kapuas, untuk mendekati dengan pasar, merupakan salah satu keputusan terberat, yang diambil oleh Pak Ahmad. Pernah pula ada komplain dari tetangga, karena merasa terganggu dengan bau ayam.
Kisah ini berawal dari pengalamannya memelihara puluhan hingga ratusan ekor ayam. Ayam yang dipeliharanya hingga ratusan itu terkena penyakit yang mengakibatkan kematian, hingga tak dapat dijual. Atas kejadian ini, Pak Ahmad berubah haluan. Kini Pak Ahmad tidak memelihara ayam potong dari kecil, melainkan sudah membeli ayam potong yang sudah besar dan siap untuk dijual. Pak Ahmad membangun usaha penjualan ayam potong dengan hanya beberapa ekor saja. Mulai dari 10 ekor per hari hingga membengkak mencapai 1.000 ekor per hari saat ini.
Kesuksesan menjual ayam potong yang digeluti Pak Ahmad hingga saat ini, membuat Pak Ahmad mencari usaha baru untuk menambah penghasilannya. Saat ini omset per hari yang mencapai 2.000 – 3.000 ekor ayam menjadikan Pak Ahmad dapat mengklaim sebagai pedagang ayam potong terbesar sekota Kuala Kapuas.
“Usaha saya tentunya tidak bisa berkembang kalau tidak ada dukungan dari pelanggan atau pihak luar. Tidak salah pilih kalau saya menjadi anggota KSP Sahabat Mitra Sejati sejak tahun 2014 yang didukung penuh oleh Bank Sampoerna. Banyak yang telah diberikan oleh Bank Sampoerna untuk usaha saya”.
Tidak puas dengan kedua usaha yang dilakoni Pak Ahmad, timbullah keinginan untuk berinvestasi asset dengan membeli tanah dan membangun ruko terwujud sudah.
Lengkaplah sepak terjang Pak Ahmad menggeluti beberapa bidang usaha. Dengan toko yang barunya ini, Pak Ahmad mencoba membangun home industry kue dan roti, yang saat ini dikelola oleh anaknya yang pertama.